Jumat, 29 Mei 2020

Covid-19: Masyarakat Bandel?


Oleh: Iis Nia Daniar, S.S., M.Pd., Gr.
Di awal penyebaran virus covid-19, pemberitaan luar negeri menyebut bahwa pemerintah lambat bahkan ada yang merasiokan angka sebenarnya kasus covid-19 yang terjadi di Indonesia seolah tidak percaya dengan data yang sudah dipublikasikan. Itu sah-sah saja karena dalam demokrasi, Indonesia sangat menghormati kebebasan berpendapat. Kalau diamati, kritikan-kritikan dari luar, sangat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan dalam usaha menangani kasus virus tersebut. 
Banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah setempat untuk meminimalkan penyebaran virus covid-19 ini. Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah setempat di antaranya adalah menyosialisasikan cuci tangan, jaga jarak (social distancing), karantina wilayah, hingga PSBB. Namun, semua hal tersebut tampaknya tidak berpengaruh bagi sebagian besar masyarakat sehingga menyebabkan penyebaran virus tidak terlalu terkendali. Kasus covid-19 yang tercatat sampai Kamis, 14 Mei 2020 berjumlah 16.006, itu adalah angka yang masih besar, walaupun kecil bila dibandingkan dengan Amerika. (https://ternate.tribunnews.com/2000-per-14-mei-2000). 
Mengapa dikatakan bahwa langkah-langkah yang diambil dalam penanganan virus tidak terlalu berpengaruh bagi sebagian masyarakat? Realitas yang ada pada salah satu kota di Jawa Barat yang termasuk daerah zona merah masih banyak masyarakat yang melakukan aktivitas seperti biasa walaupun beberapa fasilitas umum diperketat bahkan ditutup. Masyarakat tetap berkumpul bahkan sepengetahuan pihak RT/RW baik hanya sekadar kongkow-kongkow, maupun melakukan ibadah bersama. Bukan hanya itu, bulan Ramadhan biasanya masyarakat melakukan  ngabuburit, aktivitas tersebut tetap berlangsung walaupun di tengah pandemi saat ini. Mereka seolah tidak takut dengan covid -19. Padahal virus tersebut bisa saja mengancam orang-orang yang dicintaiya termasuk jiwa mereka sendiri. 

Dokumentasi Pribadi
Pemerintah setempat memang sudah mengimbau secara mobile ke pelosok-pelosok daerah untuk menggunakan masker, bahkan kebijakan melengkapi petugas dengan bambu dalam upaya mengontrol masyarakat yang masih “bandel”, tetapi agaknya langkah-langkah yang sudah dilakukan masih belum bisa “memenjarakan” keinginan sebagian masyarakat untuk berkumpul atau hanya sekadar “cari angin”. Apa yang sebenarnya terjadi?
Dari segi kodrat manusia adalah homo fabulans, yaitu manusia yang menyukai cerita. Jadi, sangat wajar jika masyarakat masih tetap berkumpul dan berinteraksi secara dekat. 
Kekhawatiran masyarakat terhadap virus covid -19 tidak terlalu kuat karena melihat “kanan-kiri”. Yang dimaksud melihat “kanan-kiri”  adalah masyarakat yang hidup di era 4.O saat ini menyerap banyak informasi seperti berita masuknya TKA asal Cina, masih ada pabrik yang beroperasi, beda istilah antara mudik dan pulkam, sampai dengan ASN dan non-ASN yang tidak lagi WFH (Working From Home). Mereka seolah terstimulus dengan berita yang ada. Hal tersebut terjadi karena sebagian masyarakat hanya membaca teks berdasarkan teks, bukan teks berdasarkan konteks dan koteks. Namun, hal ini pun bukan kesalahan mereka sepenuhnya karena aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup lebih besar dibandingkan dengan aktivitas berliterasi. Sebagian masyarakat baik masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lumayan tinggi, maupun masyarakat awam hanya tidak siap menerima laju informasi yang deras. Ketidaksiapan menyambut informasi ini boleh jadi disebabkan oleh minat literasi yang hanya 50%. Jadi, mereka membaca  teks, tetapi tidak secara keseluruhan karena sudah datang informasi berikutnya sehingga informasi yang didapat bertumpuk dan sulit mendapatkan inti dari teks-teks tersebut.
Selain yang diungkapkan di atas, hal yang terjadi adalah berkaitan dengan “perut”. Sudah menjadi ungkapan umum orang bisa melakukan apa saja demi memenuhi kebutuhan perut. Hal inilah yang terjadi pada masyarakat nonpegawai tetap. Mereka bukan berarti tidak takut tertular atau menularkan virus pandemi ini, melainkan mereka harus bertahan hidup juga dengan mengisi perut. Memang ada bantuan dari pemerintah setempat, tetapi lagi-lagi bayak kasus yang terjadi perihal bantuan ini sehingga bukanlah kesalahan masyarakat juga untuk tidak mengikuti aturan berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang sudah diambil.

Dokumentasi Pribadi
Hal-hal tersebut menjadi dilematis bagi pemerintah yang ingin melindungi masyarakatnya. Mungkin kebijakan penanganan covid-19 ini harus menggunakan berbagai macam pendekatan, khususnya ekonomi. Selain itu pengetahuan masyarakat tentang virus pandemi harus lebih gencar lagi dipublikasikan dengan retorika yang pas agar kesadaran melindungi diri sendiri dan keluarga dapat tumbuh.