Rabu, 13 Juni 2018

Seribu Kenang

Filantropi
Oleh: Dwi Khafid Aferro

Renjana sutra kibas rasa didaun merah hati bertabur embun-"pagiku".
Angsoka malu, kuncupnya berlinang linang dibelai bayu di peluk syahdu "debarku"
Mentari...oh mentari, kau kilaukan persada bertabur emas "hatiku"
Ahh...serunai merdu iramamu, dan menarilah rumpun bambu seiring sungging senyum alam "jiwaku"
Maka bawalah aku ke Istana Mega Mendung tahta adirasa cinta swargaloka .


Fi
Oleh: Dwi Khafid Aferro

Dan....
Takmenabir barang secuwil,
rasayang terlanjur menyelapi
mendedahkanku sekali lagi
Perihal ini...
Lalu kusebut apa kekisah ini?
sedang tak sekekata pun menyulih gambarannya



Wajah dan Bulan
Oleh: Dwi Khafid Aferro

Bulan malam ini bawakan wajahmu beserta sinarnya.
Melukisnya dilangit tanpa noda seawan semega pun.
Hanya bintang dan harapan ku menghiasi setiap penjuru mata angin pandanganku.
Kutebarkan do'a bersayap sayap cahaya.
Membintang melangit pintaku akanmu pada Nya bagiku.
Satukan belulang iga berserak,utuhkan jua jiwa di badan.
Malam takberujung larut,meski waktu takkenal surut.
Dan ini bahagiaku.
Nur di langit seperti rasaku,indah terang bila di malam.
Nikmat garam bersanding asam.
Dan beri hijau tua kini memerah..akupun
Subuh ajakku kembali memasang saya sayap do'a, dan kuterbangkan menembus langit menuju Ars.memintamu untuk ku,memintaku untukmu.
Ini pagi...
Tapi bulan masih disini bersanding wajahmu mengguyurkan sinarnya basuh kalbuku.

Tuban, 28-08-2016


Bercak juga Warna
Oleh: Dwi Khafid Aferro

kupintal serabut sutra, hingga bersatu membentuk benang
dan itu adalah hati ku
Berusaha seputih mungkin
tapi ku tahu bila noda juga warna, selayaknya putih juga hitam.
Lalu apa makna dari semua liku?
Aku hanya meminta rasa

Tuban, 16-05-16

Tanyaku pada Tuhan
Oleh: Dwi Khafid Aferro

Ikatan di kaki susah dilepas...tangan meraih hendak ditebas, hanya nafas buru harapan...uluran tangan Sang Penguasa Jagat kuharapkan.
Tetes menetes air mata, tapi aku yakin dengan air yang bercerita tentang kesabaran
"Setetes demi setetes gilang cadas terkorek pula", batinku menguat.
Waktu masih bersamaku untuk raih asa bersamamu, "Genggam janjiku!.."
Akan ku ukir disetiap hembusan napasku, hingga takada lagi yang terhembuskan.
Di ujung ufuk senja
tertata  dalam rasa rindu.
Melilit kita dalam satu kisah hati yang nyata tanpa memperdulikan adanya.
"Ini FAKTA!"
Antara laut dengan masa setelah siang sebelum malam.
Antara rasa dan asa.
Antara(?) dan (!).
Antara(.) dan (,).
Antara biru dan jingga.
Hingga sering kumenaruh tanya pada Tuhan, "Apakah dia sepotong tulang rusuk ku?, atau cuma patahannya?"
apapun itu satukanlah

Tuban, 02 Maret 2016

Bunga Mata
Oleh: Dwi Khafid Aferro

Sepi pandang tanpa bayang
Mana gelap mana terang,tiada beda suram
Ramai  alam warna warni, olok rasa hampa
surya terang menggelap kelam

puan hamba...sayat perih hati kerinduan
menyadas batu, rasa ini harap hadir mu
Tangan terikat kaki terjerat, rontaku hanya harapan doa
Jarak dan waktu tak tertempuh
namun hati takkenal itu

Tuban, 02 Maret 2016

Hadiah
Oleh: Dwi Khafid Aferro

Teronggok membatu, keras membeku...
Tetap kusimpan rapat memadat di suatu tempat.
Peti jati merah tua berlumur kesturi...
Inilah persembahan untukmu. Hingga kau buka disuatu waktu, saat matahari condong kebarat.
"Masih ingat janjiku?...".
Bila taksempat kugandeng tanganmu...maka kunanti disebelah meja Ridwan mengabsen penduduk nirwana.

Lamongan, 8 Maret 2016

Minggu, 03 Juni 2018

Torehan Luka

Luka yang Sempurna
Oleh: Iis Nia Daniar

Pedih tak bisa menangis
Sakit sulit untuk mengaduh
Kata-kata yang hendak deras keluar
Tertahan di rongga dada
Linglung pikir
Layang langkah

Tancapkan saja pisau berkarat
Sesuka anganmu padaku
Itu terasa lebih elok
Lukanya berlubang, berdarah, dan bernanah
Hingga bisa kunikmati air mata mengalir

Mengapa kau hanya mencubit hatiku
Dengan membiarkan ujung-ujung kukumu
tertinggal di dalamnya?
Kau sengaja memberikan tetanus
Agar aku mati perlahan, tanpa bisa menjerit
Bahkan buliran bening dari kelopak mataku  enggan terjatuh karena malu

Sayang,
luka ini begitu sempurna

Minggu, 3 Juni 2018

Cinta Sampai ke Neraka
Oleh: Iis Nia Daniar

Mari kita mati
Mari kita hancur
Biar pengadilan cinta dengan penuntut para malaikat,
yang memutuskan
Bahwa cinta ini adalah tebasan pedang

Senyumku akan mengembang di antara api yang berkobar
Aku akan menyambutmu dengan suguhan air kopi
golakan 70 kali api dunia
Dan aku akan tetap ramah menyapamu
Seperti saat kita kali pertama bertemu di jalan kotaku
Karena kau kucinta sampai ke NERAKA.

3 Juni 2018

Asa dalam Kopi
Oleh: Iis Nia Daniar

Inginku mendebu
Melenyap diterbang angin
Tapi suara dalam palung hatiku berkata lain:
Mas aku masih menunggumu di jalan ini
Namamu masih ada di dalam busa kopi hitamku

Senin, 4 Juni 2018

Senin, 28 Mei 2018

Menyepi di Merapi

Oleh: Iis Nia Daniar

Panas yang membakar malam
tak bisa kucurkan peluh karena hati telah mengutub
Merapi bawa sukmaku menyepi dalam kawahmu
Izinkan aku menemani gelegak magma hingga mencair bukit-bukit es dalam kutubku
Setelah jenuh semburkanlah aku bersama bebatuan hingga lantak belulangku
Bergeming dalam sungai kecil bercampur kerikil dan pasir adalah asa usaiku

27 Mei 2018

Dosa dan Ranum Mangga

Oleh: Iis Nia Daniar

Ini mala bukan rasa
Ini dosa bukan ranum mangga
Dada terhimpit
Lidah kelu
Air mata beku

Tetalu bertalu
Genderang meradang
Mengoyak-ngoyak hening dalam reguk madu beracun ketiga

Tersungkur beralas sejadah mohonkan belas
Sunyi sesunyi-sunyinya
Hening sehening-heningnya
Mati membayang
Raga hina membujur
Sembab mengucur

Sekali lagi!
Ini mala bukan rasa
Ini dosa bukan ranum mangga
Dada terhimpit
Lidah kelu
Air mata beku
Namun, rindu tetap biru
Dan biru adalah mu
mu adalah semu
Semu adalah waktu
Waktu mohon segera berlalu
Karena ini mala bukan rasa
Ini dosa bukan ranum mangga
Dada terhimpit
Lidah kelu
Air mata beku

1 Mei 2018

Sabtu, 26 Mei 2018

Elegi dalam Hujan

Oleh: Iis Nia Daniar

Deras hujan semakin asyik memainkan lamunan. Kau ingat saat ku katakan mari kita gunting benang ini? 
Kuyup baju kita menantang hujan. Air mataku dan air matamu jatuh bersatu dengan air hujan di pinggir jalan kota ini.
Mungkin aku adalah perempuan termunafik di dunia ini. Aku ingin tahu apa saja yang kamu kerjakan hari ini, bagaimana keadaanmu, sudahkah kau makan, dan ingin setiap hari kutanyakan apakah masih ada aku bersembunyi di balik binar matamu?
Kau merah hatiku, tanpamu di setiap langkah adalah mimpi burukku.
Namun, lagi-lagi aku hanya mengharapkan langit menyatukan rindu ini. Aku tak kuasa melanjutkan langkah. Maafku pada biru cinta kita.
Meskipun demikian, namamu tetap kusebut sebelum kata aamiin, yra. di setiap sujudku.