Oleh: Iis Nia Daniar

Pemberitaan
Pesawat Jet Pribadi yang sering Dipakai
Syahrini Bakal Digerebek, Pelakunya Di-Unfollow Inces yang ditulis oleh
Teddy M. (Tea) dengan editor Teddy Malaka pada bangkapos.com adalah contoh teks
berita yang mengandung unsur keambiguan. Judul teks berita tersebut menyiratkan
hal yang dianggap sesuatu bersifat tindakan penyidikan dari pihak yang berwenang.
Namun, setelah dibaca secara lengkap, isi berita itu tidak menyiratkan adanya
sebuah penyelidikan yang bersifat serius, tetapi hanya berupa penjelasan
tentang tayangan yang akan diluncurkan pada sebuah media. Perhatikan teks di
atas!
Acapkali
seorang pembaca tertarik pada sebuah berita hanya karena membaca judulnya,
padahal judul yang tertera tidak sesuai dengan isi yang dibayangkan pembaca.
Pembayangan pembaca sebelum membaca ini adalah pembuktian bahwa manusia
dikuasai arus bawah sadar.
Arus
bawah sadar yang mendominasi pemikiran manusia kadang-kadang menjebak manusia
itu sendiri dalam situasi yang tidak menyenangkan. Pembaca
telah dibawa ke alam bawah sadar sejak dari judul, tetapi pembaca segera
tersadar bahwa berita tersebut hanya sebatas iklan akan adanya tayangan baru
yang berkaitan dengan Syahrini ketika membaca paragraf berikut.
Terkait Syahrini, Hotman Paris Hutapea mengaku punya proyek postingan Youtube yang berhubungan dengan istri
Reino Barack itu. Bahkan gara-gara proyek ini, Hotman harus membiarkan sang
istri berliburan sendiri ke Tokyo. Proyek video yang saat digarap Hotman
rupanya soal pesawat jet pribadi yang sering dipakai oleh Syahrini.
Sebenarnya
kembalinya kesadaran pembaca akan esensi sebenarnya dari sebuah berita ini
merupakan sebuah kekecewaan meskipun tingkat kekecewaannya tidak terlalu besar.
Pembaca hanya akan mengucapkan kata “Oh,
...!” dalam hatinya karena ada ketidaksesuaian antara penggambaran di benak
dengan isi berita. Keadaan seperti ini membuat penurunan rasa karena ekspektasi
yang bertentangan.
Berikut
disajikan kembali teks berita yang dapat memunculkan kata “Oh, ...!” dalam benak pembaca. Kata “Oh” ini lebih masif menyerang pembaca yang tengah menunggu hasil
pengumuman sebagai peserta seleksi PPPK tahap 1.
Penggunaan
kata update pada judul berita di
bawah ini sudah menciptakan bayangan dalam benak pembaca yang tidak sesuai
dengan isi teks. Kata update dalam
bahasa Indonesia berarti ‘pembaharuan’. Kata pembaharuan bermakna berita
terbaru dalam konteks kalimat judul tersebut. Namun, kata “Oh” kembali muncul setelah pembaca membaca paragrap pembuka dari
teks berita tersebut.

Dari sudut
pembaca hal tersebut adalah “kekecewaan”, tetapi dari sudut penulis berita hal
tersebut adalah keberhasilan. Penulis berita sudah dianggap berhasil dalam
menuliskan judul karena dapat memprovokasi arus bawah sadar sehingga pembaca
membangun sendiri isi berita. Hanya dengan membaca judul berita pembaca dapat
membayangkan isi berita, hal inilah yang membuat munculnya kata “Oh, ...!” dalam benak pembaca sendiri.
Judul sebuah
berita memang harus dapat menarik pembaca. Akan tetapi, pemberian judul pada
isi berita diharapkan terdapat kesesuaian dengan isi berita sehingga
kepercayaan pembaca pada berita-berita yang berseliweran di media dapat dikembalikan.
Pengembalian kepercayaan pembaca tersebut berkaitan dengan maraknya
berita-berita hoax. Seorang pembaca
yang kritis tentu akan menganalisis dan menyortir media-media yang layak dibaca
pemberitaannya. Hal tersebut tentu akan berdampak pada popularitas media-media
itu sendiri.
Keterampilan
membaca teks seperti ini telah dilaksanakan di sekolah-sekolah dengan
menggerakkan kegiatan literasi sebagai satu di antara alat untuk meningkatkan
keterampilan para siswa di abad 21. Oleh karena itu, guru sebagai stick holder pendidikan wajib
meningkatkan keterampilan membaca wacana yang hanya bukan sekadar teks. Dalam
pengertian seorang guru pada pendidikan dasar harus mampu melihat teks secara pragmatis.
Dengan
menambah pengetahuan dalam penganalisisan wacana, seorang guru dapat mentransformasikannya kepada siswa melalui
kegiatan literasi. Dampak kegiatan ini akan dirasakan secara langsung oleh para
siswa. Para siswa akan termotivasi untuk melihat wacana bukan hanya sekadar
tulisan dengan makna lugas, melainkan mereka akan mampu menganalisis makna tersembunyi
dari teks tersebut. Bukan hanya itu mereka juga akan mampu menyortir
berita-berita yang dianggap hoax.
Dengan
demikian, literasi teks secara pragmatis
sangat diperlukan dalam peningkatan keterampilan para siswa di abad digital ini
sehingga kaitan kata “Oh” dapat
diminimalisasikan.