Luka Teranyar
Oleh: Iis Nia Daniar
Tusukkan belati berlumur bisa di ujung
tepat pada bola hitam mataku
Itu lebih nikmat daripada cumbuiku dengan bibir penuh duri
"Tidak perih."
Kataku sambil menampung airmata
bercampur darah pada saputangan
merah jambu yang kian memerah
"Biasa."
Tambahku sembari mengeja sepi di pinggir trotoar jalan berlapis kerikil-kerikil tajam
Hingga mencipta leluka teranyar
Bersama asap knalpot yang menghilang di kerimunan
Harap ku,
berlalulah goresan luka teradang dengan benang fibrin penutup tanpa jejak
Bekasi, Juni 2016
Kepada Pertiwi
Oleh: Iis Nia Daniar
Pertiwi,
Jagalah nyiur hijau ini tetap di pelepahmu
Karena sauh nelayan masih asyik bermain di laut
Ikan-ikan dan mutiara masih menunggu dipangku anakmu
Angin,
Tetaplah berembus sepoi
Menyibakkan rambut Pertiwiku
hingga api di tungku tetap menyala kecil
Tanpa menghanguskan puzzle yang masih terserak
Biarkan ia menjadi lukisan gadis merona serupa Monalisa
Hingga pemuda dari seberang benua berseru menyapa
Bekasi, November 2016
Abstrak
Oleh: Iis Nia Daniar
Bercampur warna dalam kanvas
Hijau meguning lamat-lamat
Putih menyemu abu-abu
Merah terbias menjadi jambu
Menuju Nur Izzati
Asalkan jangan tabur pasir pada minyaknya!
Abstrak akan terbungkus kerikil kecil
Yang menghunjam mata
Mata berdarah merintih
Awanpun berjalan tertatih