Selasa, 12 Januari 2016

Intermezo dan Air Kencing

Intermezo dan Air Kencing

Panas, tapi takada api
Bara kutelan membakar sukma
mendidihlah darah.

"Cemburukah? Ah, takmungkin hanya intermezo, sama seperti iklan bukan tayangan utama." Pikirku untuk mengembalikan logika.
Malam tlah merayap sepi, aku masih enggan beranjak dari kursi hijau yang rela kududuki sejak senja tadi.

Kuraih tasku dan coba untuk tetap terlihat tenang. "Ah, ...sue ...!" Bentakku kembali terduduk dan diam terpaku memandangi tuperware hijau tempat minumku. Rasanya ingin kuberubah menjadi air, diminum, tertelan orang, beredar berputar dalam tubuh. Akhirnya, ceeeeerrrrrr ...keluar melalui uterus berubah warna menjadi kuning atau putih dan menyatu dengan air kotor lainnya di got ketika disiram oleh orang yang kencing.

Blasss.... Lenyap tanpa ada bekas hanya baunya saja. Nanti toh akan diberi pengharum toilet. Bau kencing akan tersamar dengannya.

"Aku yang memulai." Lirihku sambil terus memukul-mukulkan pulpen pada kepalaku.

Seandainya tidak kumulai, mungkin tidak akan kelu di lidah dan tercakar di  laring hingga takmampu kuberkata "PERGI!!" Mengusir sesak di rongga udara. Kembali kucoba beranjak dari dudukku di kursi hijau. Namun, kedua kakiku seakan ikut merasakan api yang berkobar sedari satu jam yang lalu.

Perlahan ... sangat perlahan kubuka pintu dan meninggalkan kursi hijau yang masih hangat bekas kududuki. "Untungnya takkukencingi." Tersenyum kecut kutoleh bangku itu. Taksadar kudorong pintu keras-keras sambil menjerit, taktertahankan.

"AKU MENGUTUK SMUA RASA!"

Bekasi, 12 Januari 2016, pukul 19.25