Hujaman Keris untuk Sang Cinta Terpendam
“Dindaaaaa ….”
Jerit Aswatama sambil memeluk rapat Banowati untuk kali pertama dan kali terakhir.
Getar rasa yang membiru dari ujung rambut sampai ujung kaki diakui Aswatama, tapi mulut terkunci, bibir urung bertutur.
“Aku hanya di balik layar meski ilmuku setinggi langit dan seluas samudera. Namun, hatiku ciut bila mendengar namamu: Banowati.
Tentu saja menggerakkan bibirku untuk menyebut namamu sungkan sungguh.
Taklukku di pesonamu
Berlutut kumemujamu walau diam-diam.
Mataku sering terpanah racun hingga menggeserkan jantung … mengoyakkan hati karena cumbuan pada lelaki sejagatmu yang sengaja kuintip di balik rerimbun bunga setaman.
Walau demikian, Diajeng telah terlanjur mengisi ruang yang sengaja kuselubungkan di sisi hati lain tanpa harus bicara pada Bhisma apalagi pada keris yang menghujam dadamu.
Beribu maaf dan sesal kubawa sembari menyusulmu, cinta terpendamku.”
Bekasi, 21-02-2016