Kamis, 11 Februari 2016

Ketika Harus Memilih

Monolog: Ketika Harus Memilih

Pejam ingin lebih awal, tapi kelopak takmau juga merapat.
Raga ingin tetirah, ruhku masih melayang.

"Apa kupenggal hasrat?"
"Apa kuperbaiki perapian milikku yang apinya semakin hari semakin mendingin?" Bisik hatiku perlahan karena takut mengganggu cicak yang sedang asyik bercumbu di atas plapon langit-langit kamar dengan pasangannya.

"Harusnya kata SETIA itu kupegang sampai tubuhku membeku."
"Harusnya kubiarkan belati menusuk jantungku agar dapat dia melihat kalau di batas antara serambi kanan dan serambi kiri masih kusimpan namanya."
"Harusnya aku ucapkan, 'Sayang, dadaku panas menyaksikan kau-asyik dengan duniamu!', lukaku bukan karenanya, tapi karena aku yang sudah tersesatkan dengan indahnya semu." Bersimpuh kudalam lembaran masa.

Membela diri untuk menutupi kebodohan. Menyendiri untuk menyembunyikan asih. Rusak badan, berkeping jiwa, menabrak etika.... Tinggallah tangis pilu di gundukan tanah merahku.

Bekasi, mulai ngantuk, 29 Januari 2016